Kamis, 31 Desember 2015

Dilema Kondisi Jalan Untuk Keselamatan Transportasi
( Studi Kasus : Kabupaten Jombang )



Gambar 1
 Sumber Foto Pribadi 

Kondisi jalan di Kabupaten Jombang saat ini tidak jauh berbeda dengan kondisi jalan di berbagai kota atau kabupaten lain di Indonesia. Kurangnya LPJU, Kurangnya pengadaan marka jalan, kurangnya fasilitas perlengkapan jalan apalagi masalaha fasilitas tertentu yang akan membantu untuk meningkatkan keselamatan pengguna jalan. Salah satu contoh di atas adalah foto di salah satu ruas jalan di Kabupaten Jombang yang menjadi jalan utama menghubungkan kab. Jombang dengan kab.Lamongan, kab.Babat, Kab.Tuban dan menjadi salah satu jalan alternatis menuju kan.Nganjuk, kab. Mojokerto serta menuju kota Surabaya. Tidak jarang bus antar kota ketika hari – hari khusus yang melewati jalan ini. Bukan hanya itu, setiap hari jalan ini menjadi pilihan yang tepat untuk para pengemudi angkutan barang agar mereka tidak melewati jembatan timbang untuk pengecekan berat muatannya. Selain hal itu yang menjadi suatu hal yang penting adalah jalan ini menjadi akses utama berbagai kegiatan masyakarat menuju area perkotaan dari area pedesaan di Kabupaten Jombang ini.

Masyarakat pun tidak memiki pilihan jalan lain yang lebih baik atau memiliki fasilitas yang lebih baik selain jalan ini, namun dengan kondisi jalan yang banyak berlubang cukup lebar, banjir, retak rambut dengan kedalanman sekitar 3 – 6 centimeter yang dapat menyebabkan jalan berlubang nantinya. Kurangnya LPJU di malam hari, tidak adanya marka jalan untuk daerah tepi jalan menyebabkan pengemudi kesulitan untuk mengetahui apakah mereka sudah melewai tepi jalan atau belum. Karena jika pengemudi saat hujan deras dengan penerangan yang kurang serta marka jalan yang kurang maka mereka tidak dapat mengetahui apakah area yang mereka lewati masih di jalan raya atau tidak. Akan lebih berbahaya jika terdapat banyak lubang di jalan tersebut.
Oleh sebab itulah di ruas jalan Raya Tembelang Kabupaten Jombang ini sangat sering terjadi kecelakaan, dan setiap kecelakaan yang terjadi selalu terdapat korban yang mengalami kematian. Kondisi lingkungan sekitar ruas jalan raya Tembelang – Jombang ini terdiri dari jalan raya, bahu jalan yang banyak berlubang serta adanya sungai cukup besar di sisi bahu jalan. Tidak adanya fasilitas perlengkapan jalan berupa bolar dengan reflektor atau reflektor yang di pasang di beberapa jumlah pohon disisi bahu jalan tersebut sebagai salah satu fasilitas yang dapat membantu pengguna jalan untuk mengetahui bahwa mereka hampir melewati bahu jalan. Kekurangn ini mengakibatkan banyak pengemudi yang mengalami kecelakaan karena terperosok masuk ke dalam sungai.


                                                                        Gambar 2
Sumber Foto Pribadi 

Yang menjadi dilema untuk masyarakat Kabupaten Jombang adalah tidak adanya fasilitas untuk pejalan kaki. Gambar 2 di atas merupakan kondisi jalan di sekitar pondok pesantren Tambak Beras Kabupaten Jombang, dimana terdapat banyak pertokoan dan merupakan pusat perbelanjaan atau kegiatan para santri juga masyarakat sekitar daerah tersebut untuk bermobilitas dengan berjalan kaki. Namun karena bahu jalan selalu mengalami banjir atau terdapat genangan air, maka mengakibatkan mulai berkurangnya minat dan aktivitas para santri di area tersebut, sehingga sangat berpengaruh pada perekonomian masyarakat sekitar dan banyak pertokoan yang mengalami penurunan hasil penjualannya.

                                                                        Gambar 3
Sumber Foto Pribadi 

Lain halnya dengan di daerah tengah kota, area pasar daerah Kabupaten Jombang. Kondisi trotoar yang kecil dan banyak terdapat kerusakan, secara tidak langsung memaksa pengguna jalan untuk berjalan di badan jalan dan tidak menggunakannya sama sekali. Yang terjadi trotoar hanya akan menjadi hiasan dan pelengkap jalan, bukan yang seharusnya menjadi fasilitas pengguna jalan untuk bermobilitas dengan menggunkan jalan kaki. Karena daerah ini merupakan area pertokoan.

Perihal yang sangat membahayakan pejalan kaki ini semestinya dirubah , memang kesulitan untuk memperluas trotoar ini, namun tidak menutup kemungkinan bagi pemerintah untuk memperbaiki fasilitas dan kondisi trotoar yang sudah sempit tersebut agar menjadi lebih nyaman, unik, menarik dan berkeseamatan. Misalnya seperti contoh di bawah ini :




 Gambar 4
Sumber : http://i208.photobucket.com/albums/bb221/ArvinTunas/Saigon%202012/IMG_3160.jpg

Itulah beberapa contoh yang bisa diterapkan di sebuah area pertokoan yang telah memiliki ruang kecil dan terbatas untuk dilakukan pelebaran trotoar. Yang paling terpenting untuk trotoar aalah dengan tidak adanya permukaan yang berlubang dan memiliki fasilits untuk penyandang cacat. Sedangkan untuk kondisi jalan seharusnya yang dilakukan adalah perawatan berkala dan segera penutupan lubang yang ada serta adanya perombakan untuk jalan yang mengalami retak dengan area yang cukup luas.


Selesai ^_^




Senin, 26 Oktober 2015


Ruang Terbuka Hijau Untuk Transpotasi yang lebih Berkeselamatan

         Pepohonan, jenis tanaman, berbagai jenis bunga, dan berbagai tanaman perdu merupakan suatu perhiasan alam yang dapat membuat setiap orag yang melihat dan menikmatinya menjadi tenang serta merasa senang dengan berbagai keindahannya. Oleh sebab itulah mengapa terkadang pepohonan juga sangat sering digunakan sebagaia taman lalu lintas dan di tanam di tengah lajur dalam suatu jalur lalu lintas. Hal ini karena dalam penanaman pepohonan atau beberapa jenis tanaman memiliki manfaat selain sebagai peredam kebisingan dala jalur lalu lintas, sebagai penyerap karnbon yang akan diolah kembali menjadi oksigen oleh tumbuhan tersebut, sehingga tidak menimbulkan polusi udara terutama untuk daerah perkotaan yang sering mengalami kemacetan di setiap harinya. Adapun beberapa manfaat lain mengenai RTH (Ruang Terbuka Hijau), Penataan RTH, tidak hanya sebagai kawasan hijau yang ditanam vegetasi saja, tetapi RTH punya fungsi yang sangat berarti bagi kualitas lingkungan disekitarnya, sehingga menurut Utomo (2003) harus dapat merupakan :
1. Areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistim dan penyangga kehidupan.
2. Sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan.
3. Sarana rekreasi.
4. Pengaman lingkunan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik didarat, perairan maupun udara.
5. Sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan.
 6. Tempat berlindung plasma nuftah
7. Sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro

8. Pengatur tata air.




            Tujuan untuk membuat jalur lalu lintas menjadi lebih ramah lingkungan, nyaman, berestetik dan asri menjadi suatu hal yang sedikit menimbulkan permasalahan. Penanaman pepohonan yang kurang diperhitungkan menjadi salah satu faktor yang dapat merusak fasilitas atau prasarana lalu lintas atau bahkan menjadi penganggu para pengguna jalan dalam hal jarak pandangnya. Dengan perawatan yang kurang baik juga akan memiliki pengaruh yang berakibat fatal. Karena lingkungan dalam transportasi akan menjadi terganggu karena terdapat hazard atau sesuatu yang menggangu pengguna jalan. Adapun pengertian dari RTH sendiri adalah : Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam {PM No.05 Tahun 2008 Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau, Pasal 1 Ayat (1)} sedangkan yang dimaksud dengan Jalur Hijau adalah Jalur hijau,  adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.
Untuk mewujudkan fungsi RTH seperti diatas, penataan RTH selain ditanam vegetasi tetapi dapat dilengkapi dengan prasarana sebagai taman rekreasi kota, jalur-jalur hijau, atau areal hijau diarea bangunan. Permasalahan mengenai penataan ruang terbuka hijau yang terdapat pada median jalan atau pada pinggir jalan sangat kurang, bukan karena tidak ada standar yang mengatur namun karena kurangnya masyarakat kita dalam menerapkan standart yang sudah ada yaitu : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota dan Peraturan Daerah No 7/2002 tentang pengelolaan RTH.
 Untuk mendapatkan tatanan berbagai jenis tumbuhan yang berkaitan dan sesuai dengan kondisi lingkungan yang akan ditanam dan ditata ruang terbuka hijau di dalamnya sangat perlu dilakukan beberapa tahap dalam desain ruang terbuka hijau, yang artinya perlu adanya perencanaan antara standar yang sudah ada dengan berbagai kondisi lingkungan yang ada dan sesuai dengan karakter dari lalu lintas tersebut. Adapun beberapa hal yang harus dilakukan untuk melakukan desain terhadap ruang terbuka hijau yang berkeselamatan untuk jalur lalu lintas kita, yaitu diawali dengan kita mengetahui mengenai tipologi mengenai RTH yaitu Pembagian jenis-jenis RTH yang ada sesuai dengan tipologi RTH sebagaimana Gambar 1.2 berikut:   :  

Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan. Dilihat dari fungsi RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi. Secara struktur ruang, RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan. Adapun hal yang aspek untuk kita perhatikan pembuatan taman atap bangunan adalah:

1)  struktur bangunan;
2)  lapisan kedap air (waterproofing );
3)  sistem utilitas bangunan;
4)  media tanam;
5)  pemilihan material;
6)  aspek keselamatan dan keamanan;
7)  aspek pemeliharaan
                        a. peralatan
      ƒ         b. tanama


          Tanaman untuk RTH dalam bentuk taman atap bangunan adalah tanaman yang tidak terlalu besar, dengan perakaran yang mampu tumbuh dengan baik pada media tanam yang terbatas, tahan terhadap hembusan angin serta relatif tidak memerlukan banyak air, Adapun contoh dari RTH Jalur hijau  yang khusus dilakukan pada jalan yaitu :
Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20–30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas jalan. Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Disarankan agar dipilih jenis tanaman khas daerah setempat, yang disukai
oleh burung-burung, serta tingkat evapotranspirasi rendah.



Pada jalur tanaman tepi jalan
 1)    Peneduh
 a)  ditempatkan pada jalur tanaman (minimal 1,5 m dari tepi median);
b)  percabangan 2 m di atas tanah;
c)  bentuk percabangan batang tidak merunduk;
d)  bermassa daun padat;
e)  berasal dari perbanyakan biji;
f)  ditanam secara berbaris;
g)  tidak mudah tumbang.
Contoh :
a)  Kiara Payung (Filicium decipiens)
b)  Tanjung (Mimusops elengi)
c)  Bungur (Lagerstroemia floribunda)


2)    Penyerap polusi udara
a)  terdiri dari pohon, perdu/semak; 
b)  memiliki kegunaan untuk menyerap udara;
c)  jarak tanam rapat;
d)  bermassa daun padat.
Contoh jenis tanaman:
a)  Angsana (Ptherocarphus indicus)
b)  Akasia daun besar (Accasia mangium)
c)  Oleander (Nerium oleander)
d)  Bogenvil (Bougenvillea Sp)
e)  Teh-tehan pangkas (Acalypha sp)

3)    Peredam kebisingan
a)  terdiri dari pohon, perdu/semak;
b)  membentuk massa;
c)  bermassa daun rapat;
d)  berbagai bentuk tajuk.
Contoh jenis tanaman:
a)  Tanjung (Mimusops elengi)
b)  Kiara payung (Filicium decipiens)
c)  Teh-tehan pangkas (Acalypha sp)
d)  Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis)
e)  Bogenvil (Bogenvillea sp)
f)  Oleander (Nerium oleander)

4)    Pemecah angin 
a)   tanaman tinggi, perdu/semak; 
b)   bermassa daun padat; 
c)   ditanam berbaris atau membentuk massa; 
d)   jarak tanam rapat < 3 m. 
Contoh jenis tanaman: 
a)   Cemara (Cassuarina equisetifolia) 
b)   Mahoni (Swietania mahagoni) 
c)   Tanjung (Mimusops elengi) 
d)   Kiara Payung (Filicium decipiens) 
e)   Kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis)


RTH Ruang Pejalan Kaki

Ruang pejalan kaki adalah ruang yang disediakan bagi pejalan kaki pada kiri-kanan jalan atau di dalam taman. Ruang pejalan kaki yang dilengkapi dengan RTH harus memenuhi hal-hal sebagai berkut:  
1) Kenyamanan, adalah cara mengukur kualitas fungsional yang ditawarkan oleh sistem pedestrian yaitu:  
  ƒ  Orientasi, berupa tanda visual (landmark, marka jalan) pada lansekap untuk membantu dalam menemukan jalan pada konteks lingkungan yang lebih besar; 
  ƒ  Kemudahan berpindah dari satu arah ke arah lainnya yang dipengaruhi oleh kepadatan pedestrian, kehadiran penghambat fisik, kondisi permukaan jalan dan kondisi iklim. Jalur pejalan kaki harus aksesibel untuk semua orang termasuk penyandang cacat.
2)  Karakter fisik, meliputi: 
  ƒ  Kriteria dimensional, disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya setempat, kebiasaan dan gaya hidup, kepadatan penduduk, warisan dan nilai yang dianut terhadap lingkungan; 
  ƒ  Kriteria pergerakan, jarak rata-rata orang berjalan di setiap tempat umumnya berbeda dipengaruhi oleh tujuan perjalanan, kondisi cuaca, kebiasaan dan budaya. Pada umumnya orang tidak mau berjalan lebih dari 400 m.


3) Pedoman teknis lebih rinci untuk jalur pejalan kaki dapat mengacu pada Kepmen PU No. 468/KPTS/1998 tanggal 1 Desember 1998, tentang Persyaratan Teknis Aksesiblitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan dan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana  dan Sarana Ruang Pejalan Kaki.

Ruang Terbuka Hijau di Bawah Jalan Layang

Penyediaan RTH di bawah jalan layang dalam rangka: 
a)  sebagai area resapan air; 
b)  agar area di bawah tertata rapi, asri, dan indah; 
c)  menghindari kekumuhan dan lokasi tuna wisma;
d)  menghindari permukiman liar; 
e)  menutupi bagian-bagian struktur jalan yang tidak menarik;  
f)  memperlembut  bagian/struktur bangunan yang berkesan kaku.


Pemilihan tanaman seyogianya dari jenis yang tahan ternaungi sepanjang 
waktu dan relatif tahan kekurangan air, serta berukuran tidak terlalu besar, 
mengingat keterbatasan tempat.


Kriteria Vegetasi untuk RTH di Bawah Jalan Layang
Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut: 
 
1)  tanaman yang tahan dan dapat hidup dengan baik pada tempat yang ternaungi secara permanen; 
2)  tidak membutuhkan penyinaran matahari secara penuh; 
3)  relatif tahan kekurangan air; 
4)  perakaran dan pertumbuhan batang yang tidak mengganggu struktur bangunan; 
5)  sebaiknya merupakan tanaman dari jenis yang mempunyai kemampuan dalam mengurangi polusi udara; 
6)  dapat hidup dengan baik pada media tanam pot atau bak tanaman.


Kriteria Vegetasi untuk Jalur Hijau Jaringan Listrik Tegangan Tinggi 

 Kriteria pemilihan vegetasi dan pola  tanam untuk RTH ini adalah sebagai  berikut: 
 a)  jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang kuat, tidak mudah patah, dan perakaran tidak mengganggu pondasi; 
b)  akarnya menghujam masuk ke dalam tanah. Jenis ini lebih tahan terhadap hembusan angin yang besar daripada tanaman yang akarnya bertebaran hanya di sekitar permukaan tanah; 
c)  daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang; 
d)  bukan merupakan pohon yang memiliki bentuk tajuk melebar; 
e)  merupakan pohon dengan katagori kecil (small tree);  
f)  fase anakan tumbuh cepat, tetapi tumbuh lambat pada fase dewasa; 
g)  ukuran dewasa sesuai ruang yang tersedia; 
h)  pola penanaman pemilihan vegetasi memperhatikan ketinggian yang diijinkan; 
i)  buah tidak bisa dikonsumsi langsung oleh manusia; 
j)  memiliki kerapatan yang cukup (50-60%);  
k)  pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan. 

Pemilihan jenis dan ketinggian vegetasi dimaksudkan agar penanaman vegetasi pada RTH jalur SUTT maupun SUTET, tidak menimbulkan gangguan terhadap jaringan listrik serta menghindari bahaya terhadap penduduk di sekitarnya. Lokasi penanaman harus memperhatikan jarak bebas minimum yang diijinkan.

Demikianlah beberapa materi yang mengenai RTH yang dapat diterapkan pada lingkungan lalu lintas perkotaan, sehingga dapat menduung terciptanya kondisi lalu lintas yang bersih, nyaman, rindang, sejuk, dan meminimalisir polusi yang ada khususnya untuk perkotaan yang sering mengalami kemacetan seperti pada kota – kota besar Medan, Palembang, Lampung, Jakarta, Semarang, Surabaya dan lain sebagainya. 




Sumber Utama : 
PM PU No 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hu=ijau Di Kawasan Perkotaan


~_~       Safety in My Soul      ~_~







Sabtu, 13 Desember 2014

Jalur keluar angkutan umum
Sesuai dengan pasal 38 tepatnya pada ayat (1) yang berbunyi “ Setiap penyelenggara Terminal wajib menyediakan fasilitas Terminal yang memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan “. Dan setiap pelayanan tersebut di atur pada peraturan pemerintah sesuai dengan pasal 42 yang telah menjelaskan permasalahan tersebut. Selain itu menurut KM No.31 tahun 1995 pasal 1 menjelaskan terminal memiliki dua macam jenis yaitu terminal penumpang dan terminal barang. Adapun yang dimaksud dengan terminal penumpang adalah prasarana  transportasi jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum.

Dan pada pasal 3 mengenai Fasilitas Terminal, tepatnya pada ayat (1) telah disebutkan dengan jelas bahwa fasilitas utama dari terminal penumpang adalah : a) jalur pemberangkatan kendaraan umum, b) jalur kedatangan kendaraan umum, c) tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat dan tempat istirahat kendaraan umum, d) bangunan kantor terminal, e) tempat tunggu penumpang dan/atau pengarntar, f) menara pengawas, g) loket penjualan karcis, h) rambu – rambu dan papan informasi, yang sekurang – kurangnya memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadwal perjalanan, dan i) pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi. 

Kondisi penumpang akan menuju ketempa pemberhentian bus
Adapun fasilitas penunjang terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam pasal (5) KM No.31 tahun 1995, dapat berupa :  a. kamar kecil/toilet; b. musholla; c. kios/kantin; d. ruang pengobatan; e. ruang informasi dan pengaduan; f. telepon umum; g. tempat penitipan barang; dan h. taman. Dan pada pasal (6) berbunyi bahwa fasilitas terminal penumpang dilengkapi dengan fasilitas bagi penumpang penderita cacat sesuai dengan kebutuhan. Sekilas regulasi yang menjelaskan mengenai standar fasilitas terminal yang semestinya dimiliki oleh setiap terminal di seluruh Indonesia. Namun coba kita tengok pada kondisi nyata yang ada saat ini, meskipun telah terdapat beberapa terminal dengan standar yang bagus dan telah sesuai namun hal itu hanya terdapat pada sebagian dan tidak semua kota besar seperti Jakarta pusat, Surabaya, dan Solo.
 Namun bagaimana dengan kondisi terminal yang ada di kota atau daerah lain?

 Percaya atau tidak ketika seseorang itu mengetahui seorang yang sering diterminal maka pasti mindsetnya akan berfikiran bahwa mereka tengah pada lingkungan yang tidak baik. Karena seringnya terjadi kriminalitas dan ketidak nyamanan penumpang dalam terminal sehingga mereka memiliki midset tersebut.
Kurangnya fasilitas Penumpang


Tidak dapat dipungkiri memang kondisi fasilitas utama ataupun pendukung pada terminal pada umunya sangat tidak layak dan tidak nyaman untuk dikunjungi. Banyak permasalahan yang ada mulai dari awal ketika seorang calon penumpang akan menuju ke tempat tunggu Bus atau menuju ketempat pemberhentian bus yang sesuai dengan kota atau daerah yang mereka tuju. Tidak ada jalur khusus yang memudahkan calon penumpang, mereka harus berjalan melewati jalur pemberangkatan dan kedatangan kendaraan umum, sehingga rawan untuk terjadi hal – hal yang tidak diinginkan. Apalagi bagi calon penumpang yang sudah lanjut usia atau bagi penumpang penderita cacat (disable). Selain itu ketika calon penumpang harus menunggu bus datang pada tempat pemberhentian bus tidak jarang kesempatan tersebut digunakan untuk melakukan tindak kriminalitas seperti pencopetan, penghipnotisan, penipuan, dan berbagai tindak kriminalitas yang membuat setiap pengunjung terminal menjadi tidak nyaman dan bahkan trauma atau takut ketika mereka harus menuju ke terminal lagi.

Fasilitas selanjutnya yang kurang diperhatikan oleh pengelola terminal adalah ruang tunggu yang nyaman, aman dan mudah dalam akses menuju ke tempat pemberhentian dari kendaraan umum. Pada kenyataannya ruang tunggu yang disediakan memiliki jumlah kursi yang sedikit, memiliki kondisi kursi yang kurang layak, kotor, berdebu, tidak terawat, dan kurang ergonomis dengan tubuh manusia. Kemudian selanjutnya kondisi menara pengawas dan loket penjualan karcis yang saat ini sudah tidak terlaksana dengan baik meskipun bangunan menara dan loket penjualan karcis itu masih ada namun tidak lagi dipergunakan, selanjutnya kondisi fasilitas rambu – rambu dan papan informasi yang notabene merupakan fasilitas utama yang sangat penting bagi operasional suatu terminal. Namun saat ini tidak lagi terawat dan bahkan tidak ada keberadaannya. 


Antrian Angkutan umum yang akan masuk ke terminal
Satu lagi untuk kondisi fasilitas utama dari terminal yang berupa peralatan parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi, Kenyataan yang sering terjadi adalah bahwa kondisi parkir yang kurang sesuai dan bahkan sulit, tidak tertata, akses yang sulit dan fasilitas untuk kendaraan yang menginap pada terminal. Kondisi yang sesak dan sulit untuk dijangkau membuat pengunjung terminal harus berfikir berulang kali sebelum mereka datang ke terminal. Dan juga permasalahan mengenai jalur pemberangkatan dan kedatangan kendaraan umum. Masih sering terdapat penumpang maupun pedagang asongan yang masih banyak untuk berlalu lala pada pintu masuk atau pun keluar dari kendaraan umum di terminal, hal ini dapat membahayakan penumpang ataupun para pedagang asongan tersebut.

Berbagai permasalahan yang ada tersebut pasti memiliki efek yang besar juga terhadap perkembangan angkutan umum, ditambah lagi dengan adanya pembangunan jalan tol yang terkadang sebuat bus ketika telah melewati jaan tol tidak akan melewati beberapa kota dan masuk pada terminalnya. Dapat kita lihat faktanya saat ini tidak sedikit terminal yang menjadi sepi karena tidak ada angkutan umum atau bus yang masuk. Beberapa hal ini sebenarnya disebabkan karena :



Dari beberapa penyebab itulah yang dapat menyebabkan sistem manajemen pada setiap terminal yang ada semakin menurun dan akhirnya sampai terjadi peristiwa banyak penumpang yang lebih memilih untuk naik kendaraan umum diluar daerah terminal, sehingga dengan alasan itulah mengapa saat ini kendaraan umum banyak yang tidak masuk kedalam terminal. Meskipun pemaksaan atau hukuman akan diberikan untuk bus atau moda umum yang tidak pada terminal, namun jika fasilitas dan berbagai penyebab yang saling berpengaruh tersebut sejak saat ini juga dan sesegera mungkin untuk dirubah dan diperbaiki segala sesuatu yang bersifat kurang pada seluruh sistemnya.

 Jika fasilitas jalan raya, sistem suatu perusahaan, gedung dan seluruh fasilitas pengujian kendaraan bermotor ataupun perencanaan dalam bidang transportasi saja memerlukan auditor dan inspektor pada bidang masing – masing sepertinya sangat perlu digalakkan tim auditor dan inspektor yang taat hukum, berani juga menguasai pada bidang tersebut untuk selalu mengetahui perkembangan ataupun kualitas dari setiap sistem ataupun manajemen terminal yang ada.  Setelah itu perlu adanya penegakan hukum yang semakin ketat dan terarah. Selain itu juga sangat perlu adanya perkembangan teknologi sistem informasi di dalam terminal juga untuk pemesanan tiket. Serta perlu adanya fasilitas untuk penumpang menuju ke tempat standbay bus sesuai dengan kota tujuan masing - masing.Sehingga tidak perlu penumpang berjalan melewati daerah masuknya bus untuk menuju ketempat tunggu bus tersebut bagaimanapun keadaan dari seorang tersebut. Selain itu juga dapat menjaga efisiensi waktu. Atau mungkin cara kedua dengan membuat parkir atau tempat stay bus tersebut berada lebih dekat dan langsung mengarah ke hall tempat tunggu dari penumpang, sehingga penumpang tidak perlu berjalan jauh, seperti pada gambar di bawah ini . . . . 




Karena saat ini sangat terkenal dengan istilah “ calo - calo tiket ”  yang memanfaatkan keterdesakan penumupang dalam mendapatkan tiket, dan hal dilakukan dengan cara menaikkan harga tiket sesuai dengan besar keuntungan yang mereka ambil. Fenomena inilah yang terjadi apabila loket tiket tidak berjalan dengan baik. Sudah saatnya untuk membenah semua sistem trasnportasi dari perihal yang paling sederhana dan kecil yang terkadang kita sepelekan. Karena perihal ini juga sangat berpengaruh pada sistem keselamatan penumpang dari beberapa faktor yang mempengaruhinya.

  _____  Let’s Make Incredable Change _____









Rabu, 19 November 2014



Strategi dalam menjaga energi transportasi dan peralihan pada kendaraan umum




         Transportasi merupakan suatu hal vital dan pemenuhan wajib untuk dipenuhi, dan transportasi saat ini sangat bergantung terhadap penggunaan energi yang berupa minyak bumi (solar, bensin, pertamax dan lain sebagainya). “ segala sesuatu didasarkan pada energi. Energi merupakan sumber dan kendali semua benda, semua nilai, dan semua tindakan manusia dan alam ” (Odum dan Odum, 1976)  Namun tidak dapat kita sangkal lagi bahwa penggunaan sumber daya alam yang bersifat tidak dapat diperbaharuhi ini memiliki jumlah yang sangat terbatas, dan saat ini kita telah mulai dapat merasakan krisis dari keberadaan minyak bumi ini. Ditambah lagi sampai sejauh ini belum ada suatu teknologi terbarukan yang efektif, efisien dan ekonomis sehingga dapat dimanfaat oleh semua lapisan masyarakat yang ada di dunia. Kesulitan ini bertambah dengan adanya pasokan energi tidak mencukupi, pasokan energi tidak dapat diperkirankan dan bahkan adanya penghentian pasokan minyak bumi dalam proporsi berjumlah besar.

            Struktur ruang perkotaan mengacu pada susunan dan hubungan antar elemen fisik dan tata-guna lahan di daerah – daerah perkotaan dan regional karena elemen – elemen fisik dan tata-guna lahan itu muncul dari interaksi di antara sistem individu, rumah tangga, perusahaan, institusi dan juga transformasi waktu dan ruang (Chapin and Kaiser, 1979). Elemen – elemen seperti bidang kesehatan, keselamatan, kenyamanan, keamanan, keadilan sosial dan banyak hal – hal yang lain telah diperhitungkan. Namun permasalahan mengenai efisiensi energi dan tata guna lahan baru – bari ini diperbincangkan, hal ini karena efisiensi energi sangat erat hubungannya dengan efisiensi harga yang notabene tergantung pada panjang bangunan yang telah dibangun, bentuk dan struktur ruangnya, dan karena transportasi merupakan sektor yang mengkonsumsi energi bahan bakar sangat besar, jadi dapat disimpulkan bahwa alternatif tata guna lahan yang membuat masyarakat bergerak lebih dekat juga akan mempengaruhi efisiensi dari energi bahan bakar yang digunakan. Dengan menggunakan efisiensi terhadap transportasi berbentuk kerugian pemurnian dan distribusi bahan bakar. Dimana upaya pelestarian nasional secara menyeluruh haruslah datang dari sektor transportasi, langsung dan tak langsunya, khususnya dari mobil yang notabene konsumen bahan bakar terbesar. (TRB, 1977) Alternatif untuk pengurangan konsumsi energi transportasi dapat dibuat dalam lima kategori :
1.      Mengalihkan lalu lintas ke moda yang lebih efisien dengan menurunkan BTU per tempat duduk – mil
2.      Mengurangi permintaan dengan mengurangi penumpang – mil
3.      Menaikkan efisien konversi energi
4.      Meningkatkan penggunaan pola



            Solusi energi transportasi sangat beragam. Solusi jangka panjangnya mencakup pasokan yang naik melalui bahan bakar sintetik dan pola pengembangan tata guna lajan yang mengurangi perlunya perjalanan. Dalam jangka – pendek, di luar pengonversian penggunaan bahan bakar cair stasioner ke gas alam atau batubara, penyelesaiannya terfokus pada arena pelestarian. Pencantuan, pajak, pembebasan kendali atas harga, dan peningkatan efisiensi bahan bakar kendaraan semuanya memiliki potensi penghematan bahan bakar tetapi memerlukan peraturan pemerintah atau tindakan politis.

       Strategi – strategi pelestarian energi yang berkaitan dengan subtitusi komunikasi untuk transportasi merupakan suatu bidang penting yang mungkin saja mengarah ke suatu pengurangan temu – muka rapat – rapat bisnis yang sekarang hingga menjadi 50% di masa mendatang (Khisty, 1981). Strategi – strategi lain, seperti strategi yang dikaitkan dengan “biaya kemacetan” dan parkir juga menjanjikan (Khisty, 1979, 1980). Manajemen perparkiran yang bagus, kenaikan tingkat tumpangan mobil, penurunan perjalanan kendaraan, waktu perjalan yang lebih cepat, kenaikan penggunaan angkutan umum, pengurangan bahan pencemaran udara, tingkat kebisingan sekitar yang lebih rendah, dan pengurangan kemacetan, dan empat hal yang paling awal tadi merupakan cara yang efisien untuk dapat mengurangi energi. Menurut Edwards (1978) mengatakan telah ditunjukkan bahwa perubahan struktur dalam pola transportasi dan tata – guna lahan dapat menghasilkan pengurangan yang besar terhadap konsumsi energi untuk perjalanan penumpang perkotaan. Rencana pelestarian umumnya untuk strategi jangka panjang yang berkelanjutan untuk mendorong pengurangan konsumsi energi. Perencanaan kontinjensi dianggap sebagai tindakan yang dilaksanakan secara cepat dalam mengatasi keadaan dadurat yang tidak terduga namun mungkin untuk terjadi, dan semua pelaku yang berkaitan harus mengetahui tindakan apa yang mereka ambil pada berbagai kontinjensi itu, tindakan apa yang dapat mereka andalkan satu sama lain.




Hampir seluruh organisasi perencanaan metropolitan (MPO – metropolitan planning organization) telah menyediakan rencana kontinjensi energi transportasi, antara lain yaitu a) memodifikasi peraturan mengenai bahan bakar, b) menaikkan ketersediaan bus sistem transit, c) menyelidiki dampak kelangkaan energi dalam mobilitas setempat selama keadaan darurat, d) mengembangkan program parkir, tumpangan regional dan rencana bus lajur khusus, dan e) merancang persetujuan kontinjensi untuk digunakan antara pemerintah daerah, operator transit dan perusahaan angkutan umum untuk saling mendukung dan membantu.


 Adapun pertimbangan umum  mencakup tiga hal yaitu desain kendaraan, faktor – faktor operasi kendaraan yang dikaitkan dengan keekonomisan bahan bakar dan pengendaliaan simpang. Setelah mengetahui mengenai pembahasan strategi dalam menjaga energi transportasi di atas kita dapat mengambil beberapa hal yang dapat mendukung perencanaan kontinjensi dan penghematan energi dalam transportasi. Terfokus pada pelayanan transportasi umum seperti a) Bus Trem {dengan tenaga listrik}, b) Trem {ditenagai oleh lsitrik yang beroperasi di jalan bersama kendaraan lain}, c) Transit kereta api ringan, d) Transit kereta api cepat. Beberapa teknologi ini yang dapat sesuai dengan kondisi tata ruang dan karakteristik masyarakat indonesia sehingga mungkin untuk diterapkan dalam sistem transportasi di Indonesia.

By : Devi Widitasari
Sumber : Rekayasa Transportasi Jilid II (Khisty dkk)


Sabtu, 11 Januari 2014



   Tatanan Pepohonan dan ruang terbuka hijau di sepanjang ruas jalan perlu kah?

Taman di jalan raya udah biasa belum ya? Seperti yang kita rasakan apabila sedang berkendara di jalan raya. Udah rame banget, banyak kendaraan yang seenaknya sendiri salip sana salip sini, macet hingga berjam – jam, bunyi klakson yang tidak teratur dan membuat kebisingan yang sangat mengganggu pengendara di tambah lagi dengan suasana lingkungan yang semakin panas karena adanya lubang ozon yang semakin lebar, yang artinya semakin tinggi tingkat polusi di udara. Termasuk salah salah satunya dikarenakan meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor di jalan dan kurang adanya usaha manusia untuk segera melakukan gerakan hemat enegi dan ramah lingkungan. Dalam hal ini banyak yang dapat dilakukan untuk membentuk ruang lalu lintas yang lebih nyaman, berkeselamatan dan indah. Selain dengan menata faktor jalan.nya namun juga harus menata tentang perlengkapan jalan yang lain.nya seperti ruang terbuka hijau dan wadaan vegetasinya.
Kenapa ada istilah wadaan vegetasi dan ruang terbuka hijau? Memang apa bedanya?


Iya dua istilah di atas memiliki arti yang berbeda, wadaan hijau adalah tempat untuk pepohonan yang besar yang sudah ada di jalan, biasanya sebelum jalan itu di buat, sehingga pada ruang tersebut akar dari pohon – pohon besar itu dapat merusak aspal namun seringnya juga dapat merusak paving di trotoar. Selain hal tersebut sangat tidak berkeselamatan namun juga tidak memiliki nilai estetika. Jadi istilah wadaan hijau itu khusus untuk pepohonan dengan batang yang berkayu. Sedangkan untuk ruang terbuka hijau tidak hanya untuk pepohonan dengan batang yeng berkayu saja namun lebih umum untuk tanaman perdu seperti tanaman hiasan bunga, pohon – pohon dengan ukuran yang pendek dan hingga ukuran yang sedang.


     Sedangkan menurut (UUPR No 26 Tahun 2007)  Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. UU No 26 Tahun 2007 Tentang penataan ruang yang mengatur proporsi RTH sebesar 30% dengan 20% pada lahan publik dan 10% pada lahan privat.
     RTH publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum, antara lain berupa taman kota; taman pemakaman umum; dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, serta pantai (PU, 2008) 


        
            Ini adalah gambaran kondisi eksisting jalan yang ada di Indonesia, meskipun sudah ada perdu yang juga beranfaat sebagai median jalan,namun tidak dapat berfungsi optimal. Kondisi seperti ini masih belum dapat menyerap sekitar 70 % polusi yang di hasilkan oleh begitu banyak kendaraan bermotor yang melewati jalan tersebut. Sehingga cuaca masih terasa panas. Dan terkadang tumbuhan perdu itu mengering atau bahkan rusak. Sebelah  kanan dan kiri dari jalan tersebut juga tidak terdapat pohon yang cukup besar atau rindang untuk membuat ruas jalan ini menjadi lebih sejuk. 



         Ruang terbuka hijau ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan dari polusi kendaraan bermotor yang saat ini sudah sangat banyak dan terasa terumata ketika siang hari dan kondisi macet. Karena kandungan sisa pembakaran bahan bakar itu mengandung CFC yang notabene merupakan zat di udara yang memicu proses pembuatan lapisan ozon sehingga mengakibatkan ozon semakin berlubang, bumi semakin panas dan cuaca sulit untuk diprediksi serta tidak teratur.
        Apabila ruang lalu lintas direncankan dengan ruang terbuka hijau dan dengan tatanan yang berkeselamatan juga berestetika, maka akan sangat berpengaruh pada pengendara. Karena pengendara dapat memiliki faktor psikologi yang baik, tenang, nyaman, berkeselamatan dan bahagia sehingga dapat berfikir positif dan dapat mengontrol emosinya. Namun memang membutuhkan lahan yang lebih dari biasanya dan harus mempersempit ruas jalan, namun dengan adanya begitu artinya kapasitas kendaraan yang memasuki daerah tersebut juga dapat di atur sehingga dapat mengurangi volume kendaraan secara otomatis dapat mengurangi polusi di jalan raya dan masyarakat pun bisa hidup lebih sehat.


Sekian
Semoga Bermanfaat
Selamat Berkreatifitas yaaa... ^_^