Ruang
Terbuka Hijau Untuk Transpotasi yang lebih Berkeselamatan
Pepohonan,
jenis tanaman, berbagai jenis bunga, dan berbagai tanaman perdu merupakan suatu
perhiasan alam yang dapat membuat setiap orag yang melihat dan menikmatinya
menjadi tenang serta merasa senang dengan berbagai keindahannya. Oleh sebab
itulah mengapa terkadang pepohonan juga sangat sering digunakan sebagaia taman
lalu lintas dan di tanam di tengah lajur dalam suatu jalur lalu lintas. Hal ini
karena dalam penanaman pepohonan atau beberapa jenis tanaman memiliki manfaat
selain sebagai peredam kebisingan dala jalur lalu lintas, sebagai penyerap
karnbon yang akan diolah kembali menjadi oksigen oleh tumbuhan tersebut,
sehingga tidak menimbulkan polusi udara terutama untuk daerah perkotaan yang
sering mengalami kemacetan di setiap harinya. Adapun beberapa manfaat lain
mengenai RTH (Ruang Terbuka Hijau), Penataan
RTH, tidak hanya sebagai kawasan hijau yang ditanam vegetasi saja, tetapi RTH
punya fungsi yang sangat berarti bagi kualitas lingkungan disekitarnya,
sehingga menurut Utomo (2003) harus dapat merupakan :
1. Areal perlindungan
berlangsungnya fungsi ekosistim dan penyangga kehidupan.
2. Sarana untuk menciptakan
kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan.
3. Sarana rekreasi.
4. Pengaman lingkunan hidup
perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik didarat, perairan maupun
udara.
5. Sarana penelitian dan
pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran
lingkungan.
6. Tempat berlindung plasma nuftah
7. Sarana untuk
mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro
8. Pengatur tata air.
Tujuan untuk membuat jalur
lalu lintas menjadi lebih ramah lingkungan, nyaman, berestetik dan asri menjadi
suatu hal yang sedikit menimbulkan permasalahan. Penanaman pepohonan yang
kurang diperhitungkan menjadi salah satu faktor yang dapat merusak fasilitas
atau prasarana lalu lintas atau bahkan menjadi penganggu para pengguna jalan
dalam hal jarak pandangnya. Dengan perawatan yang kurang baik juga akan memiliki
pengaruh yang berakibat fatal. Karena lingkungan dalam transportasi akan
menjadi terganggu karena terdapat hazard atau sesuatu yang menggangu pengguna
jalan. Adapun pengertian dari RTH sendiri adalah : Ruang terbuka hijau adalah
area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam {PM No.05 Tahun 2008 Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau, Pasal 1 Ayat (1)} sedangkan yang dimaksud dengan
Jalur Hijau adalah Jalur hijau, adalah
jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam
ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau
karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna
hijau.
Untuk
mewujudkan fungsi RTH seperti diatas, penataan RTH selain ditanam vegetasi
tetapi dapat dilengkapi dengan prasarana sebagai taman rekreasi kota,
jalur-jalur hijau, atau areal hijau diarea bangunan. Permasalahan mengenai
penataan ruang terbuka hijau yang terdapat pada median jalan atau pada pinggir
jalan sangat kurang, bukan karena tidak ada standar yang mengatur namun karena
kurangnya masyarakat kita dalam menerapkan standart yang sudah ada yaitu : Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota dan
Peraturan Daerah No 7/2002 tentang pengelolaan RTH.
Untuk mendapatkan tatanan berbagai jenis
tumbuhan yang berkaitan dan sesuai dengan kondisi lingkungan yang akan ditanam
dan ditata ruang terbuka hijau di dalamnya sangat perlu dilakukan beberapa
tahap dalam desain ruang terbuka hijau, yang artinya perlu adanya perencanaan
antara standar yang sudah ada dengan berbagai kondisi lingkungan yang ada dan
sesuai dengan karakter dari lalu lintas tersebut. Adapun beberapa hal yang
harus dilakukan untuk melakukan desain terhadap ruang terbuka hijau yang
berkeselamatan untuk jalur lalu lintas kita, yaitu diawali dengan kita
mengetahui mengenai tipologi mengenai RTH yaitu Pembagian jenis-jenis RTH yang
ada sesuai dengan tipologi RTH sebagaimana Gambar 1.2 berikut: :
Secara
fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan
lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman,
lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan. Dilihat dari fungsi RTH
dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi. Secara struktur
ruang, RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar),
maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.
Adapun hal yang aspek untuk kita perhatikan pembuatan taman atap bangunan
adalah:
1) struktur bangunan;
2) lapisan kedap air (waterproofing );
3) sistem utilitas bangunan;
4) media tanam;
5) pemilihan material;
6) aspek keselamatan dan keamanan;
7) aspek pemeliharaan
a. peralatan
b. tanama
Tanaman
untuk RTH dalam bentuk taman atap bangunan adalah tanaman yang tidak terlalu
besar, dengan perakaran yang mampu tumbuh dengan baik pada media tanam yang
terbatas, tahan terhadap hembusan angin serta relatif tidak memerlukan banyak
air, Adapun contoh dari RTH Jalur hijau
yang khusus dilakukan pada jalan yaitu :
Untuk
jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20–30%
dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas jalan. Untuk menentukan
pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman
dan persyaratan penempatannya. Disarankan agar dipilih jenis tanaman khas
daerah setempat, yang disukai
oleh
burung-burung, serta tingkat evapotranspirasi rendah.
Pada jalur
tanaman tepi jalan
1)
Peneduh
a)
ditempatkan pada jalur tanaman (minimal 1,5 m dari tepi median);
b) percabangan 2 m di atas tanah;
c) bentuk percabangan batang tidak merunduk;
d) bermassa daun padat;
e) berasal dari perbanyakan biji;
f) ditanam secara berbaris;
g) tidak mudah tumbang.
Contoh :
a) Kiara Payung (Filicium decipiens)
b) Tanjung (Mimusops elengi)
c) Bungur (Lagerstroemia floribunda)
2) Penyerap polusi udara
a) terdiri dari pohon, perdu/semak;
b) memiliki kegunaan untuk menyerap udara;
c) jarak tanam rapat;
d) bermassa daun padat.
Contoh jenis tanaman:
a) Angsana (Ptherocarphus indicus)
b) Akasia daun besar (Accasia mangium)
c) Oleander (Nerium oleander)
d) Bogenvil (Bougenvillea Sp)
e) Teh-tehan pangkas (Acalypha sp)
3) Peredam kebisingan
a) terdiri dari pohon, perdu/semak;
b) membentuk massa;
c) bermassa daun rapat;
d) berbagai bentuk tajuk.
Contoh jenis tanaman:
a) Tanjung (Mimusops elengi)
b) Kiara payung (Filicium decipiens)
c) Teh-tehan pangkas (Acalypha sp)
d) Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis)
e) Bogenvil (Bogenvillea sp)
f) Oleander (Nerium oleander)
4) Pemecah angin
a) tanaman tinggi, perdu/semak;
b) bermassa daun padat;
c) ditanam berbaris atau membentuk massa;
d) jarak tanam rapat < 3 m.
Contoh jenis tanaman:
a) Cemara (Cassuarina equisetifolia)
b) Mahoni (Swietania mahagoni)
c) Tanjung (Mimusops elengi)
d) Kiara Payung (Filicium decipiens)
e) Kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis)
RTH Ruang Pejalan Kaki
Ruang pejalan kaki adalah ruang yang disediakan bagi pejalan kaki pada kiri-kanan jalan atau di dalam taman. Ruang pejalan kaki yang dilengkapi dengan RTH harus memenuhi hal-hal sebagai berkut:
1) Kenyamanan, adalah cara mengukur kualitas fungsional yang ditawarkan oleh sistem pedestrian yaitu:
Orientasi, berupa tanda visual (landmark, marka jalan) pada lansekap untuk membantu dalam menemukan jalan pada konteks lingkungan yang lebih besar;
Kemudahan berpindah dari satu arah ke arah lainnya yang dipengaruhi oleh kepadatan pedestrian, kehadiran penghambat fisik, kondisi permukaan jalan dan kondisi iklim. Jalur pejalan kaki harus aksesibel untuk semua orang termasuk penyandang cacat.
2) Karakter fisik, meliputi:
Kriteria dimensional, disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya setempat, kebiasaan dan gaya hidup, kepadatan penduduk, warisan dan nilai yang dianut terhadap lingkungan;
Kriteria pergerakan, jarak rata-rata orang berjalan di setiap tempat umumnya berbeda dipengaruhi oleh tujuan perjalanan, kondisi cuaca, kebiasaan dan budaya. Pada umumnya orang tidak mau berjalan lebih dari 400 m.
3) Pedoman teknis lebih rinci untuk jalur pejalan kaki dapat mengacu pada Kepmen PU No. 468/KPTS/1998 tanggal 1 Desember 1998, tentang Persyaratan Teknis Aksesiblitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan dan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki.
Ruang Terbuka Hijau di Bawah Jalan Layang
Penyediaan RTH di bawah jalan layang dalam rangka:
a) sebagai area resapan air;
b) agar area di bawah tertata rapi, asri, dan indah;
c) menghindari kekumuhan dan lokasi tuna wisma;
d) menghindari permukiman liar;
e) menutupi bagian-bagian struktur jalan yang tidak menarik;
f) memperlembut bagian/struktur bangunan yang berkesan kaku.
Pemilihan tanaman seyogianya dari jenis yang tahan ternaungi sepanjang
waktu dan relatif tahan kekurangan air, serta berukuran tidak terlalu besar,
mengingat keterbatasan tempat.
Kriteria Vegetasi untuk RTH di Bawah Jalan Layang
Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut:
1) tanaman yang tahan dan dapat hidup dengan baik pada tempat yang ternaungi secara permanen;
2) tidak membutuhkan penyinaran matahari secara penuh;
3) relatif tahan kekurangan air;
4) perakaran dan pertumbuhan batang yang tidak mengganggu struktur bangunan;
5) sebaiknya merupakan tanaman dari jenis yang mempunyai kemampuan dalam mengurangi polusi udara;
6) dapat hidup dengan baik pada media tanam pot atau bak tanaman.
Kriteria Vegetasi untuk Jalur Hijau Jaringan Listrik Tegangan Tinggi
Kriteria pemilihan vegetasi dan pola tanam untuk RTH ini adalah sebagai berikut:
a) jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang kuat, tidak mudah patah, dan perakaran tidak mengganggu pondasi;
b) akarnya menghujam masuk ke dalam tanah. Jenis ini lebih tahan terhadap hembusan angin yang besar daripada tanaman yang akarnya bertebaran hanya di sekitar permukaan tanah;
c) daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang;
d) bukan merupakan pohon yang memiliki bentuk tajuk melebar;
e) merupakan pohon dengan katagori kecil (small tree);
f) fase anakan tumbuh cepat, tetapi tumbuh lambat pada fase dewasa;
g) ukuran dewasa sesuai ruang yang tersedia;
h) pola penanaman pemilihan vegetasi memperhatikan ketinggian yang diijinkan;
i) buah tidak bisa dikonsumsi langsung oleh manusia;
j) memiliki kerapatan yang cukup (50-60%);
k) pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan.
Pemilihan jenis dan ketinggian vegetasi dimaksudkan agar penanaman vegetasi pada RTH jalur SUTT maupun SUTET, tidak menimbulkan gangguan terhadap jaringan listrik serta menghindari bahaya terhadap penduduk di sekitarnya. Lokasi penanaman harus memperhatikan jarak bebas minimum yang diijinkan.
Demikianlah beberapa materi yang mengenai RTH yang dapat diterapkan pada lingkungan lalu lintas perkotaan, sehingga dapat menduung terciptanya kondisi lalu lintas yang bersih, nyaman, rindang, sejuk, dan meminimalisir polusi yang ada khususnya untuk perkotaan yang sering mengalami kemacetan seperti pada kota – kota besar Medan, Palembang, Lampung, Jakarta, Semarang, Surabaya dan lain sebagainya.
Sumber Utama :
PM PU No 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hu=ijau Di Kawasan Perkotaan
~_~ Safety in My Soul ~_~