Kamis, 31 Desember 2015

Dilema Kondisi Jalan Untuk Keselamatan Transportasi
( Studi Kasus : Kabupaten Jombang )



Gambar 1
 Sumber Foto Pribadi 

Kondisi jalan di Kabupaten Jombang saat ini tidak jauh berbeda dengan kondisi jalan di berbagai kota atau kabupaten lain di Indonesia. Kurangnya LPJU, Kurangnya pengadaan marka jalan, kurangnya fasilitas perlengkapan jalan apalagi masalaha fasilitas tertentu yang akan membantu untuk meningkatkan keselamatan pengguna jalan. Salah satu contoh di atas adalah foto di salah satu ruas jalan di Kabupaten Jombang yang menjadi jalan utama menghubungkan kab. Jombang dengan kab.Lamongan, kab.Babat, Kab.Tuban dan menjadi salah satu jalan alternatis menuju kan.Nganjuk, kab. Mojokerto serta menuju kota Surabaya. Tidak jarang bus antar kota ketika hari – hari khusus yang melewati jalan ini. Bukan hanya itu, setiap hari jalan ini menjadi pilihan yang tepat untuk para pengemudi angkutan barang agar mereka tidak melewati jembatan timbang untuk pengecekan berat muatannya. Selain hal itu yang menjadi suatu hal yang penting adalah jalan ini menjadi akses utama berbagai kegiatan masyakarat menuju area perkotaan dari area pedesaan di Kabupaten Jombang ini.

Masyarakat pun tidak memiki pilihan jalan lain yang lebih baik atau memiliki fasilitas yang lebih baik selain jalan ini, namun dengan kondisi jalan yang banyak berlubang cukup lebar, banjir, retak rambut dengan kedalanman sekitar 3 – 6 centimeter yang dapat menyebabkan jalan berlubang nantinya. Kurangnya LPJU di malam hari, tidak adanya marka jalan untuk daerah tepi jalan menyebabkan pengemudi kesulitan untuk mengetahui apakah mereka sudah melewai tepi jalan atau belum. Karena jika pengemudi saat hujan deras dengan penerangan yang kurang serta marka jalan yang kurang maka mereka tidak dapat mengetahui apakah area yang mereka lewati masih di jalan raya atau tidak. Akan lebih berbahaya jika terdapat banyak lubang di jalan tersebut.
Oleh sebab itulah di ruas jalan Raya Tembelang Kabupaten Jombang ini sangat sering terjadi kecelakaan, dan setiap kecelakaan yang terjadi selalu terdapat korban yang mengalami kematian. Kondisi lingkungan sekitar ruas jalan raya Tembelang – Jombang ini terdiri dari jalan raya, bahu jalan yang banyak berlubang serta adanya sungai cukup besar di sisi bahu jalan. Tidak adanya fasilitas perlengkapan jalan berupa bolar dengan reflektor atau reflektor yang di pasang di beberapa jumlah pohon disisi bahu jalan tersebut sebagai salah satu fasilitas yang dapat membantu pengguna jalan untuk mengetahui bahwa mereka hampir melewati bahu jalan. Kekurangn ini mengakibatkan banyak pengemudi yang mengalami kecelakaan karena terperosok masuk ke dalam sungai.


                                                                        Gambar 2
Sumber Foto Pribadi 

Yang menjadi dilema untuk masyarakat Kabupaten Jombang adalah tidak adanya fasilitas untuk pejalan kaki. Gambar 2 di atas merupakan kondisi jalan di sekitar pondok pesantren Tambak Beras Kabupaten Jombang, dimana terdapat banyak pertokoan dan merupakan pusat perbelanjaan atau kegiatan para santri juga masyarakat sekitar daerah tersebut untuk bermobilitas dengan berjalan kaki. Namun karena bahu jalan selalu mengalami banjir atau terdapat genangan air, maka mengakibatkan mulai berkurangnya minat dan aktivitas para santri di area tersebut, sehingga sangat berpengaruh pada perekonomian masyarakat sekitar dan banyak pertokoan yang mengalami penurunan hasil penjualannya.

                                                                        Gambar 3
Sumber Foto Pribadi 

Lain halnya dengan di daerah tengah kota, area pasar daerah Kabupaten Jombang. Kondisi trotoar yang kecil dan banyak terdapat kerusakan, secara tidak langsung memaksa pengguna jalan untuk berjalan di badan jalan dan tidak menggunakannya sama sekali. Yang terjadi trotoar hanya akan menjadi hiasan dan pelengkap jalan, bukan yang seharusnya menjadi fasilitas pengguna jalan untuk bermobilitas dengan menggunkan jalan kaki. Karena daerah ini merupakan area pertokoan.

Perihal yang sangat membahayakan pejalan kaki ini semestinya dirubah , memang kesulitan untuk memperluas trotoar ini, namun tidak menutup kemungkinan bagi pemerintah untuk memperbaiki fasilitas dan kondisi trotoar yang sudah sempit tersebut agar menjadi lebih nyaman, unik, menarik dan berkeseamatan. Misalnya seperti contoh di bawah ini :




 Gambar 4
Sumber : http://i208.photobucket.com/albums/bb221/ArvinTunas/Saigon%202012/IMG_3160.jpg

Itulah beberapa contoh yang bisa diterapkan di sebuah area pertokoan yang telah memiliki ruang kecil dan terbatas untuk dilakukan pelebaran trotoar. Yang paling terpenting untuk trotoar aalah dengan tidak adanya permukaan yang berlubang dan memiliki fasilits untuk penyandang cacat. Sedangkan untuk kondisi jalan seharusnya yang dilakukan adalah perawatan berkala dan segera penutupan lubang yang ada serta adanya perombakan untuk jalan yang mengalami retak dengan area yang cukup luas.


Selesai ^_^




Senin, 26 Oktober 2015


Ruang Terbuka Hijau Untuk Transpotasi yang lebih Berkeselamatan

         Pepohonan, jenis tanaman, berbagai jenis bunga, dan berbagai tanaman perdu merupakan suatu perhiasan alam yang dapat membuat setiap orag yang melihat dan menikmatinya menjadi tenang serta merasa senang dengan berbagai keindahannya. Oleh sebab itulah mengapa terkadang pepohonan juga sangat sering digunakan sebagaia taman lalu lintas dan di tanam di tengah lajur dalam suatu jalur lalu lintas. Hal ini karena dalam penanaman pepohonan atau beberapa jenis tanaman memiliki manfaat selain sebagai peredam kebisingan dala jalur lalu lintas, sebagai penyerap karnbon yang akan diolah kembali menjadi oksigen oleh tumbuhan tersebut, sehingga tidak menimbulkan polusi udara terutama untuk daerah perkotaan yang sering mengalami kemacetan di setiap harinya. Adapun beberapa manfaat lain mengenai RTH (Ruang Terbuka Hijau), Penataan RTH, tidak hanya sebagai kawasan hijau yang ditanam vegetasi saja, tetapi RTH punya fungsi yang sangat berarti bagi kualitas lingkungan disekitarnya, sehingga menurut Utomo (2003) harus dapat merupakan :
1. Areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistim dan penyangga kehidupan.
2. Sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan.
3. Sarana rekreasi.
4. Pengaman lingkunan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik didarat, perairan maupun udara.
5. Sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan.
 6. Tempat berlindung plasma nuftah
7. Sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro

8. Pengatur tata air.




            Tujuan untuk membuat jalur lalu lintas menjadi lebih ramah lingkungan, nyaman, berestetik dan asri menjadi suatu hal yang sedikit menimbulkan permasalahan. Penanaman pepohonan yang kurang diperhitungkan menjadi salah satu faktor yang dapat merusak fasilitas atau prasarana lalu lintas atau bahkan menjadi penganggu para pengguna jalan dalam hal jarak pandangnya. Dengan perawatan yang kurang baik juga akan memiliki pengaruh yang berakibat fatal. Karena lingkungan dalam transportasi akan menjadi terganggu karena terdapat hazard atau sesuatu yang menggangu pengguna jalan. Adapun pengertian dari RTH sendiri adalah : Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam {PM No.05 Tahun 2008 Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau, Pasal 1 Ayat (1)} sedangkan yang dimaksud dengan Jalur Hijau adalah Jalur hijau,  adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.
Untuk mewujudkan fungsi RTH seperti diatas, penataan RTH selain ditanam vegetasi tetapi dapat dilengkapi dengan prasarana sebagai taman rekreasi kota, jalur-jalur hijau, atau areal hijau diarea bangunan. Permasalahan mengenai penataan ruang terbuka hijau yang terdapat pada median jalan atau pada pinggir jalan sangat kurang, bukan karena tidak ada standar yang mengatur namun karena kurangnya masyarakat kita dalam menerapkan standart yang sudah ada yaitu : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota dan Peraturan Daerah No 7/2002 tentang pengelolaan RTH.
 Untuk mendapatkan tatanan berbagai jenis tumbuhan yang berkaitan dan sesuai dengan kondisi lingkungan yang akan ditanam dan ditata ruang terbuka hijau di dalamnya sangat perlu dilakukan beberapa tahap dalam desain ruang terbuka hijau, yang artinya perlu adanya perencanaan antara standar yang sudah ada dengan berbagai kondisi lingkungan yang ada dan sesuai dengan karakter dari lalu lintas tersebut. Adapun beberapa hal yang harus dilakukan untuk melakukan desain terhadap ruang terbuka hijau yang berkeselamatan untuk jalur lalu lintas kita, yaitu diawali dengan kita mengetahui mengenai tipologi mengenai RTH yaitu Pembagian jenis-jenis RTH yang ada sesuai dengan tipologi RTH sebagaimana Gambar 1.2 berikut:   :  

Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan. Dilihat dari fungsi RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi. Secara struktur ruang, RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan. Adapun hal yang aspek untuk kita perhatikan pembuatan taman atap bangunan adalah:

1)  struktur bangunan;
2)  lapisan kedap air (waterproofing );
3)  sistem utilitas bangunan;
4)  media tanam;
5)  pemilihan material;
6)  aspek keselamatan dan keamanan;
7)  aspek pemeliharaan
                        a. peralatan
      ƒ         b. tanama


          Tanaman untuk RTH dalam bentuk taman atap bangunan adalah tanaman yang tidak terlalu besar, dengan perakaran yang mampu tumbuh dengan baik pada media tanam yang terbatas, tahan terhadap hembusan angin serta relatif tidak memerlukan banyak air, Adapun contoh dari RTH Jalur hijau  yang khusus dilakukan pada jalan yaitu :
Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20–30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas jalan. Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Disarankan agar dipilih jenis tanaman khas daerah setempat, yang disukai
oleh burung-burung, serta tingkat evapotranspirasi rendah.



Pada jalur tanaman tepi jalan
 1)    Peneduh
 a)  ditempatkan pada jalur tanaman (minimal 1,5 m dari tepi median);
b)  percabangan 2 m di atas tanah;
c)  bentuk percabangan batang tidak merunduk;
d)  bermassa daun padat;
e)  berasal dari perbanyakan biji;
f)  ditanam secara berbaris;
g)  tidak mudah tumbang.
Contoh :
a)  Kiara Payung (Filicium decipiens)
b)  Tanjung (Mimusops elengi)
c)  Bungur (Lagerstroemia floribunda)


2)    Penyerap polusi udara
a)  terdiri dari pohon, perdu/semak; 
b)  memiliki kegunaan untuk menyerap udara;
c)  jarak tanam rapat;
d)  bermassa daun padat.
Contoh jenis tanaman:
a)  Angsana (Ptherocarphus indicus)
b)  Akasia daun besar (Accasia mangium)
c)  Oleander (Nerium oleander)
d)  Bogenvil (Bougenvillea Sp)
e)  Teh-tehan pangkas (Acalypha sp)

3)    Peredam kebisingan
a)  terdiri dari pohon, perdu/semak;
b)  membentuk massa;
c)  bermassa daun rapat;
d)  berbagai bentuk tajuk.
Contoh jenis tanaman:
a)  Tanjung (Mimusops elengi)
b)  Kiara payung (Filicium decipiens)
c)  Teh-tehan pangkas (Acalypha sp)
d)  Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis)
e)  Bogenvil (Bogenvillea sp)
f)  Oleander (Nerium oleander)

4)    Pemecah angin 
a)   tanaman tinggi, perdu/semak; 
b)   bermassa daun padat; 
c)   ditanam berbaris atau membentuk massa; 
d)   jarak tanam rapat < 3 m. 
Contoh jenis tanaman: 
a)   Cemara (Cassuarina equisetifolia) 
b)   Mahoni (Swietania mahagoni) 
c)   Tanjung (Mimusops elengi) 
d)   Kiara Payung (Filicium decipiens) 
e)   Kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis)


RTH Ruang Pejalan Kaki

Ruang pejalan kaki adalah ruang yang disediakan bagi pejalan kaki pada kiri-kanan jalan atau di dalam taman. Ruang pejalan kaki yang dilengkapi dengan RTH harus memenuhi hal-hal sebagai berkut:  
1) Kenyamanan, adalah cara mengukur kualitas fungsional yang ditawarkan oleh sistem pedestrian yaitu:  
  ƒ  Orientasi, berupa tanda visual (landmark, marka jalan) pada lansekap untuk membantu dalam menemukan jalan pada konteks lingkungan yang lebih besar; 
  ƒ  Kemudahan berpindah dari satu arah ke arah lainnya yang dipengaruhi oleh kepadatan pedestrian, kehadiran penghambat fisik, kondisi permukaan jalan dan kondisi iklim. Jalur pejalan kaki harus aksesibel untuk semua orang termasuk penyandang cacat.
2)  Karakter fisik, meliputi: 
  ƒ  Kriteria dimensional, disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya setempat, kebiasaan dan gaya hidup, kepadatan penduduk, warisan dan nilai yang dianut terhadap lingkungan; 
  ƒ  Kriteria pergerakan, jarak rata-rata orang berjalan di setiap tempat umumnya berbeda dipengaruhi oleh tujuan perjalanan, kondisi cuaca, kebiasaan dan budaya. Pada umumnya orang tidak mau berjalan lebih dari 400 m.


3) Pedoman teknis lebih rinci untuk jalur pejalan kaki dapat mengacu pada Kepmen PU No. 468/KPTS/1998 tanggal 1 Desember 1998, tentang Persyaratan Teknis Aksesiblitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan dan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana  dan Sarana Ruang Pejalan Kaki.

Ruang Terbuka Hijau di Bawah Jalan Layang

Penyediaan RTH di bawah jalan layang dalam rangka: 
a)  sebagai area resapan air; 
b)  agar area di bawah tertata rapi, asri, dan indah; 
c)  menghindari kekumuhan dan lokasi tuna wisma;
d)  menghindari permukiman liar; 
e)  menutupi bagian-bagian struktur jalan yang tidak menarik;  
f)  memperlembut  bagian/struktur bangunan yang berkesan kaku.


Pemilihan tanaman seyogianya dari jenis yang tahan ternaungi sepanjang 
waktu dan relatif tahan kekurangan air, serta berukuran tidak terlalu besar, 
mengingat keterbatasan tempat.


Kriteria Vegetasi untuk RTH di Bawah Jalan Layang
Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut: 
 
1)  tanaman yang tahan dan dapat hidup dengan baik pada tempat yang ternaungi secara permanen; 
2)  tidak membutuhkan penyinaran matahari secara penuh; 
3)  relatif tahan kekurangan air; 
4)  perakaran dan pertumbuhan batang yang tidak mengganggu struktur bangunan; 
5)  sebaiknya merupakan tanaman dari jenis yang mempunyai kemampuan dalam mengurangi polusi udara; 
6)  dapat hidup dengan baik pada media tanam pot atau bak tanaman.


Kriteria Vegetasi untuk Jalur Hijau Jaringan Listrik Tegangan Tinggi 

 Kriteria pemilihan vegetasi dan pola  tanam untuk RTH ini adalah sebagai  berikut: 
 a)  jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang kuat, tidak mudah patah, dan perakaran tidak mengganggu pondasi; 
b)  akarnya menghujam masuk ke dalam tanah. Jenis ini lebih tahan terhadap hembusan angin yang besar daripada tanaman yang akarnya bertebaran hanya di sekitar permukaan tanah; 
c)  daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang; 
d)  bukan merupakan pohon yang memiliki bentuk tajuk melebar; 
e)  merupakan pohon dengan katagori kecil (small tree);  
f)  fase anakan tumbuh cepat, tetapi tumbuh lambat pada fase dewasa; 
g)  ukuran dewasa sesuai ruang yang tersedia; 
h)  pola penanaman pemilihan vegetasi memperhatikan ketinggian yang diijinkan; 
i)  buah tidak bisa dikonsumsi langsung oleh manusia; 
j)  memiliki kerapatan yang cukup (50-60%);  
k)  pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan. 

Pemilihan jenis dan ketinggian vegetasi dimaksudkan agar penanaman vegetasi pada RTH jalur SUTT maupun SUTET, tidak menimbulkan gangguan terhadap jaringan listrik serta menghindari bahaya terhadap penduduk di sekitarnya. Lokasi penanaman harus memperhatikan jarak bebas minimum yang diijinkan.

Demikianlah beberapa materi yang mengenai RTH yang dapat diterapkan pada lingkungan lalu lintas perkotaan, sehingga dapat menduung terciptanya kondisi lalu lintas yang bersih, nyaman, rindang, sejuk, dan meminimalisir polusi yang ada khususnya untuk perkotaan yang sering mengalami kemacetan seperti pada kota – kota besar Medan, Palembang, Lampung, Jakarta, Semarang, Surabaya dan lain sebagainya. 




Sumber Utama : 
PM PU No 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hu=ijau Di Kawasan Perkotaan


~_~       Safety in My Soul      ~_~